21/07/12

Seduhan Teh yang Mengingatkan


Hari ini bertepatan dengan puasa hari pertama tanggal 1 Ramadhan. Sejenak setelah makan sahur bersama keluarga ku sempatkan untuk menuliskan kembali sekelumit jejak di halaman ini. Alhamdulillah, pagi ini cuaca sama sekali tidak mendukung untuk merapatkan selimut hingga aku bisa bangun dengan mudah. Hmm, hangatnya suasana pagi ini yang membuat badan lebih nyaman untuk beraktivitas.
Kembalinya dari ma’had beberapa hari yang lalu membuat jiwa ini kembali merindukan suasana di sana. Ternyata berbagai aktivitas bernuansa islami di bawah lindungan kubah emas madrasi itu membuat raga terasa sangat nyaman. Namun sayang sekali hanya bisa bermukim selama dua hari saja di sana.
Satu kisah yang tak dapat ku lupakan semasa nyantri di pondok berlabel teknologi itu adalah nge “teh” bareng sahabat sekamar (Qomar si komikus asal Pulau Dewata, Harri sang ahli kitab kuning  dan peminat bahasa asing itu, serta Agus yang hobi bernyanyi lagu-lagu Ungu). Ku habiskan hari-hari terakhir di Pondok untuk sekedar minum teh bareng dengan hidangan roti gabin khas anak pondok bersama mereka. Terkadang juga hadir anak-anak kamar lain yang sekedar “nimbrung” untuk minum teh bareng. Tradisi ini agaknya hanya dimiliki oleh kamar kami, karena kamar-kamar lain tiada pernah ku temukan aktivitas seperti ini. Begitulah kedekatan kami tercipta melalui hal ini.
Aku masih ingat betul saat nge “teh” bareng yang selalu dimulai ba’da sholat isya atau setelah belajar malam dipenuhi banyak hal-hal aneh namun sarat dengan kesan. Seperti Qomar yang super lahap dalam menyantap gabin, Sikat gigi yang digunakan untuk mengaduk teh, atau bahkan kami harus cabut keluar lokasi pondok untuk sekedar mendapatkan gabin idaman itu.
Dahulu saat nge “teh” bareng, mungkin aku tiada pernah tahu apa hikmahnya, Karena hanya sekedar mengisi waktu luang dan refreshing menghadapi berbagai ujian akhir Madrasah dan ujian kelulusan. Namun sekarang lebih dari itu, aku bahkan sangat rindu dengan suasana menyeduh teh bersama mereka. Ketika kemarin berkunjung di pondok, ku sempatkan mengunjungi bekas kamar kami berada dulunya, hanya ku temukan lukisan-lukisan Qomar, dan beberapa coretan-coretan dinding yang belum sempat di cat ulang. Di kamar itulah kami berempat banyak mencipta impian, harapan dan cita-cita. Kadang saling menertawakan karena impian itu tidak masuk akal, kadang saling mendoakan dengan penuh harap. Ah, hangatnya suasana saat itu sehangat seduhan teh kala itu.
Sekarang, anggota nge “teh” bareng yang tak lain adalah sahabat kamar di pondok telah berpisah-pisah demikian jauhnya. Sang komikus yang ambisius itu telah kembali ke pulau Dewata. Si ahli kitab kuning itu kini telah bergelut dengan dunia Teknik Sipil di Universitas Muhammadiyah Malang. Seorang peminat musik Band Indonesia itu kini telah berkecimpung dengan Band yang ia buat. Sedangkan aku, hmm, ternyata cukup puas dengan keberadaanku di kota yang memiliki curah hujan tinggi, negeri seribu angkot. Ya, di kota hujan itu aku sempat berencana bertemu mereka, sekedar “bersulang” ala santri. Sekedar mengenang memori setahun lalu bersama mereka tentunya.
Semoga saja, insyaallah..

1 komentar:

  1. Hahahahaha
    ngapain diganti krom?
    you are very sensitive

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...