Hari ini bertepatan dengan puasa hari pertama tanggal 1
Ramadhan. Sejenak setelah makan sahur bersama keluarga ku sempatkan untuk
menuliskan kembali sekelumit jejak di halaman ini. Alhamdulillah, pagi ini
cuaca sama sekali tidak mendukung untuk merapatkan selimut hingga aku bisa
bangun dengan mudah. Hmm, hangatnya suasana pagi ini yang membuat badan lebih
nyaman untuk beraktivitas.
Kembalinya dari ma’had beberapa hari yang lalu membuat jiwa
ini kembali merindukan suasana di sana. Ternyata berbagai aktivitas bernuansa
islami di bawah lindungan kubah emas madrasi itu membuat raga terasa sangat
nyaman. Namun sayang sekali hanya bisa bermukim selama dua hari saja di sana.
Satu kisah yang tak dapat ku lupakan semasa nyantri di
pondok berlabel teknologi itu adalah nge “teh” bareng sahabat sekamar (Qomar si
komikus asal Pulau Dewata, Harri sang ahli kitab kuning dan peminat bahasa asing itu, serta
Agus yang hobi bernyanyi lagu-lagu Ungu). Ku habiskan hari-hari terakhir di
Pondok untuk sekedar minum teh bareng dengan hidangan roti gabin khas anak
pondok bersama mereka. Terkadang juga hadir anak-anak kamar lain yang sekedar “nimbrung”
untuk minum teh bareng. Tradisi ini agaknya hanya dimiliki oleh kamar kami,
karena kamar-kamar lain tiada pernah ku temukan aktivitas seperti ini. Begitulah
kedekatan kami tercipta melalui hal ini.
Aku masih ingat betul saat nge “teh” bareng yang selalu
dimulai ba’da sholat isya atau setelah belajar malam dipenuhi banyak hal-hal
aneh namun sarat dengan kesan. Seperti Qomar yang super lahap dalam menyantap
gabin, Sikat gigi yang digunakan untuk mengaduk teh, atau bahkan kami harus
cabut keluar lokasi pondok untuk sekedar mendapatkan gabin idaman itu.
Dahulu saat nge “teh” bareng, mungkin aku tiada pernah tahu
apa hikmahnya, Karena hanya sekedar mengisi waktu luang dan refreshing
menghadapi berbagai ujian akhir Madrasah dan ujian kelulusan. Namun sekarang
lebih dari itu, aku bahkan sangat rindu dengan suasana menyeduh teh bersama
mereka. Ketika kemarin berkunjung di pondok, ku sempatkan mengunjungi bekas
kamar kami berada dulunya, hanya ku temukan lukisan-lukisan Qomar, dan beberapa
coretan-coretan dinding yang belum sempat di cat ulang. Di kamar itulah kami
berempat banyak mencipta impian, harapan dan cita-cita. Kadang saling
menertawakan karena impian itu tidak masuk akal, kadang saling mendoakan dengan
penuh harap. Ah, hangatnya suasana saat itu sehangat seduhan teh kala itu.
Sekarang, anggota nge “teh” bareng yang tak lain adalah
sahabat kamar di pondok telah berpisah-pisah demikian jauhnya. Sang komikus
yang ambisius itu telah kembali ke pulau Dewata. Si ahli kitab kuning itu kini
telah bergelut dengan dunia Teknik Sipil di Universitas Muhammadiyah Malang. Seorang
peminat musik Band Indonesia itu kini telah berkecimpung dengan Band yang ia
buat. Sedangkan aku, hmm, ternyata cukup puas dengan keberadaanku di kota yang
memiliki curah hujan tinggi, negeri seribu angkot. Ya, di kota hujan itu aku
sempat berencana bertemu mereka, sekedar “bersulang” ala santri. Sekedar mengenang memori setahun lalu bersama mereka tentunya.
Semoga saja, insyaallah..
Hahahahaha
BalasHapusngapain diganti krom?
you are very sensitive