23/04/17

Asing yang Berlama-lama




Untuk beberapa waktu ke depan, rasanya keterasingan akan jadi teman terbaik. Setelah rindu yang harusnya ditumbuhkan baik-baik, kini tinggal residunya saja. Setelah jatuh cinta yang semestinya bisa menemukan semangat tersendiri, kini tinggal raga kosong saja.

Aku membayangkan diriku saat ini tak lebih dari seorang pendatang di tanah baru. Tanpa bekal harta, bahkan bahasa sekalipun. Berbicara saja sulit, apalagi sampai berkenalan dekat dengan orang-orang baru. Keterasingan yang menyiksa dan membatasi diri.

Aku terasing dari rindu yang semestinya tumbuh bak cendawan pada musim penghujan. Atau sakura pada musim semi. Lagi-lagi rindu ini jauh sekali dari definisi rindu sesungguhnya. Rindu yang hampa. Yang kebanyakan orang bilang bahwa ini bukan rindu, sebab berada tak pada tempatnya.

Kamu kenal dengan simalakama? Rindu ini mirip dengan buah bernama simalakama. Serba salah. Jika aku mencoba memberi ruang pada rindu, rasanya sia-sia saja. Namun jika aku berupaya mencegah kerinduan ini, sungguh aku tak punya kuasa.

Aku semakin terasing pada tempat asing ini.

Baiklah, aku bertanya pada diriku sendiri. Membatin. Apakah di dalam dadamu terdapat satu ruang tambahan yang tak dapat diterjemahkan oleh pengetahuan faal tubuh? Mungkinkah ruang itu berisi ribuan siasat untuk mengasingkan hati orang lain? Dan kamu tahu, aku korbannya. Aku korban keterasingan ini.

Ah, lagi-lagi aku terlalu berburuk sangka padamu. Padahal kerap kali aku berjanji pada diri sendiri untuk selalu menganggap ini bagian dari memperjuangkanmu. Namun setiap harinya aku selalu dikelabuhi oleh bermacam-macam perasaan. Kadang semangat berlebihan, kadang aku jadi acuh, namun kerap kali aku jadi orang yang paling lemah menghadapi ini semua.

Aku semakin terasing pada tempat asing ini.

Aku ingin pulang. Memulangkan hati yang bagiku beban. Memulangkan perasaan. Hingga aku bisa kembali bersama hal-hal yang tak asing. Dan aku akan menjalani hidup seperti kebanyakan orang, tak melulu membohongi perasaan seperti ini. Namun perjalanan ini telah menempuh jauh yang sayang sekali ketika harus berbalik arah. Bahkan aku belum memperoleh apa-apa.
Beginikah rasanya berjuang? Beginikah rasanya memperjuangkan perasaan? Aku terus membatin dan mengeluh di sela-sela keterasingan itu.

Dalam Sketsa
-Ikrom Mustofa-


1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...