31/07/12

Mozaik itu Belum Usai


Mungkin sebagian di antara kita saat ini tengah menyandang gelar mahasiswa dengan modul-modul kuliah yang tebalnya bisa mencapai ratusan halaman, sebagian lagi mungkin telah menjadi seorang karyawan dengan jam kerja yang super padat, bahkan mungkin beberapa di antara kita telah menjadi pengusaha yang sukses di bidangnya. Menjadi apapun itu seharusnya tidak melunturkan jiwa-jiwa “santri” yang sudah beberapa tahun terakhir ini mengalir dalam nadi-nadi kita. jiwa-jiwa menjaga hijab, kesederhanaan, hingga jiwa-jiwa mengabdi pada masyarakat sudah seharusnya menjadi oase di tengah  gurun yang sedang kita tempuh saat ini.
Jiwa kemandirian yang telah tertanam sejak masa putih abu-abu dalam rihlah “tafaqquh fiddin” itu sedikit banyaknya juga memberi andil untuk hari ini dan suatu saat nanti. Semestinya kita bersyukur atas berbagai ibrah berharga yang berhasil kita raih kala itu. Ya, ketika menikmati suasana suka dan duka bersama 95 santri di ma’had berlabel ‘teknologi’ itu.
Dahulu di bawah naungan “ummatan wasathan” itu kita dituntut untuk berpuas diri dengan berbagai kekurangan yang ada. Sejatinya kekurangan yang membuat kita lebih ‘ngoyo’ lagi. Ketika itu kelas gaduh hingga mengganggu kelas lain karena kekurangan tenaga pengajar, ketika itu kita beramai-ramai mengajukan diri untuk pindah ke sekolah lain, ketika itu kita harus menikmati ‘senioritas’ yang selalu tergadai dengan fisik kita, bahkan ketika itu kita diklaim sebagai angkatan ‘perusak’. Namun dengan suasana”ketika itu” sesungguhnya kita telah melakukan reinkarnasi untuk menjadi sosok yang lebih baik dari mereka walaupun harus melalui perjuangan yang teramat berat.
Saat ini. Ya, mungkin saat ini sebuah ikatan yang dahulu menyatu dalam khazanah kemandirian itu kini telah terpecah menjadi mozaik-mozaik dengan warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, hingga tempat yang berbeda pula. Namun yakinlah, mozaik yang harus “ngoyo” ini, mozaik yang dulunya penuh sesal itu nantinya akan tersusun kembali dengan warna yang bermacam-macam. Yakinlah, Suatu saat nanti akan lahir banyak ahli filsafat, ahli kesehatan, ahli pendidikan,ahli bahasa, hingga ahli pertanian dari sebuah angkatan kecil. Ya, angkatan itu tidak lain adalah kita, angkatan 6 “the sixth generation”.
*tulisan kali ini sengaja ku dedikasikan untuk sahabat-sahabat sesama “santri” angkatan 6 Pondok Pesantren Teknologi Riau. Di bawah naungan “Ummatan Wasathan” itu aku dan mereka telah merajut kebersamaan untuk tiga tahun lamanya. Semoga semuanya menjadi kenangan yang indah hingga nanti.. Insyaallah.

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...