27/03/18

Sebuah Pelajaran Terbaik



Sudah tenang segala yang hilang. Sudah sirna segala duka. Mari melupakan kelam segala masa silam. Esok atau lusa akan jauh dari luka-luka.

Berpisah denganmu. Dan aku semakin tahu arti peron stasiun bagi kereta-kereta senja. Arti pelabuhan bagi kapal-kapal yang akan segera menjauh. Dan aku semakin paham arti kehilangan. Dan aku semakin mengerti bahwa kenangan saat kebersamaan itu ada begitu indah untuk dipaksa muncul kembali dalam angan.

Setelah beberapa bulan terakhir hari-hari tanpa dirimu. Aku mulai membiasakan diri. Buatku, kita hanya mampu bertahan sekuat apapun yang kita bisa. Nyatanya, kita hanyalah manusia yang dipenuhi keraguan-keraguan. Bahkan tentang dirimu, seorang perempuan yang sekalipun membuatku kagum berlebihan, namun keraguan dan ketidaksiapan untuk menerima hal-hal yang tak diinginkan itu masih tetap ada.

Sedikit demi sedikit, aku belajar merelakan apa-apa yang bukan menjadi bagian dari perjalanan panjang ini. Termasuk kamu. Seorang yang sempat bertahan dalam kehidupanku, kini harus bersamanya. Seorang yang hampir berlabuh dalam hatiku, kini harus menepi bersamanya. Tak ada lagi kamu. Ya, sedikit banyak, aku juga belajar arti melupakan. Tepatnya melupakanmu ke depannya.

Sedikit demi sedikit, aku memulihkan hati yang sakit selama puluhan malam. Sejak sakit karena mempertahankan apa-apa yang ada di ambang ketidakpastian, sampai sakit sebab kehilangan apa-apa yang telah diperjuangkan selama ini. Jika ini penyakit fisik, maka komplikasi adalah nama yang tepat buatnya. Ia menyerang banyak organ tubuh. Ia membuat lemah. Dan pastinya semakin menjauhkanku dari target-target kebaikan yang telah kurencanakan.

Baiklah, aku memutuskan untuk tak lagi mengungkit kejadian kita beberapa waktu lalu. Tentang siapa yang salah. Tentang aku yang kerap kali berniat melakukan pembenaran. Atau tentang kamu yang kemudian pergi tiba-tiba. Tidak. Sama sekali tidak. Tak ada gunanya mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Kita hanya diminta untuk bersabar dan menyerahkan apapun itu pada-Nya.

Dengan segenap kesadaranku. Aku melepasmu. Segala peninggalan tentang dirimu perlahan-lahan kusimpan untuk tak lagi kuungkap kembali. Segala kenangan yang kita cipta mau tak mau harus segera dimuseumkan dalam hati ini. Kemudian, ia hanya jadi semacam pelajaran terbaik untukku ke depannya. Menjadi orang yang lebih berhati-hati dengan semuanya. Termasuk soal hati. Aku berjanji untuk tak mau lagi menjatuhkan hati ini semena-mena. Ia harus lebih teguh. Ia harus lebih bijaksana. Tak ada lagi perasaan yang dengan mudahnya bilang jatuh hati, terlebih jatuh cinta.

Ketika ribuan hari lalu aku sempat berkata bahwa jika kita ditakdirkan untuk berjodoh, kalaupun tidak dipertemukan pada hari dan tempat yang sama-sama kita inginkan, kita pasti akan dipertemukan dengan cara maha baik-Nya. Maka hari ini, aku akan meluruskan kembali niatan waktu itu. Dariku sekarang, kalaupun kita tidak ditakdirkan berjodoh, maka kita tetap ditakdirkan untuk saling mengenal dan berbagi pelajaran terbaik.

Selamat menempuh ketabahan.

Selamat mendoakan kebaikan-kebaikan.


Dan selamat menemukan pelajaran terbaik.



-Titik Kritis-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...