Sudah tenang segala yang hilang. Sudah
sirna segala duka. Mari melupakan kelam segala masa silam. Esok atau lusa akan
jauh dari luka-luka.
Berpisah denganmu. Dan aku semakin tahu arti peron stasiun bagi
kereta-kereta senja. Arti pelabuhan bagi kapal-kapal yang akan segera menjauh. Dan
aku semakin paham arti kehilangan. Dan aku semakin mengerti bahwa kenangan saat
kebersamaan itu ada begitu indah untuk dipaksa muncul kembali dalam angan.
Setelah beberapa bulan terakhir hari-hari tanpa dirimu. Aku mulai
membiasakan diri. Buatku, kita hanya mampu bertahan sekuat apapun yang kita
bisa. Nyatanya, kita hanyalah manusia yang dipenuhi keraguan-keraguan. Bahkan
tentang dirimu, seorang perempuan yang sekalipun membuatku kagum berlebihan,
namun keraguan dan ketidaksiapan untuk menerima hal-hal yang tak diinginkan itu
masih tetap ada.
Sedikit demi sedikit, aku belajar merelakan apa-apa yang bukan menjadi
bagian dari perjalanan panjang ini. Termasuk kamu. Seorang yang sempat bertahan
dalam kehidupanku, kini harus bersamanya. Seorang yang hampir berlabuh dalam
hatiku, kini harus menepi bersamanya. Tak ada lagi kamu. Ya, sedikit banyak,
aku juga belajar arti melupakan. Tepatnya melupakanmu ke depannya.
Sedikit demi sedikit, aku memulihkan hati yang sakit selama puluhan malam.
Sejak sakit karena mempertahankan apa-apa yang ada di ambang ketidakpastian,
sampai sakit sebab kehilangan apa-apa yang telah diperjuangkan selama ini. Jika
ini penyakit fisik, maka komplikasi adalah nama yang tepat buatnya. Ia
menyerang banyak organ tubuh. Ia membuat lemah. Dan pastinya semakin
menjauhkanku dari target-target kebaikan yang telah kurencanakan.
Baiklah, aku memutuskan untuk tak lagi mengungkit kejadian kita beberapa
waktu lalu. Tentang siapa yang salah. Tentang aku yang kerap kali berniat
melakukan pembenaran. Atau tentang kamu yang kemudian pergi tiba-tiba. Tidak.
Sama sekali tidak. Tak ada gunanya mencari siapa yang benar dan siapa yang
salah. Kita hanya diminta untuk bersabar dan menyerahkan apapun itu pada-Nya.
Dengan segenap kesadaranku. Aku melepasmu. Segala peninggalan tentang
dirimu perlahan-lahan kusimpan untuk tak lagi kuungkap kembali. Segala kenangan
yang kita cipta mau tak mau harus segera dimuseumkan dalam hati ini. Kemudian,
ia hanya jadi semacam pelajaran terbaik untukku ke depannya. Menjadi orang yang
lebih berhati-hati dengan semuanya. Termasuk soal hati. Aku berjanji untuk tak
mau lagi menjatuhkan hati ini semena-mena. Ia harus lebih teguh. Ia harus lebih
bijaksana. Tak ada lagi perasaan yang dengan mudahnya bilang jatuh hati,
terlebih jatuh cinta.
Ketika ribuan hari lalu aku sempat berkata bahwa jika kita ditakdirkan
untuk berjodoh, kalaupun tidak dipertemukan pada hari dan tempat yang sama-sama
kita inginkan, kita pasti akan dipertemukan dengan cara maha baik-Nya. Maka
hari ini, aku akan meluruskan kembali niatan waktu itu. Dariku sekarang,
kalaupun kita tidak ditakdirkan berjodoh, maka kita tetap ditakdirkan untuk
saling mengenal dan berbagi pelajaran terbaik.
Selamat menempuh ketabahan.
Selamat mendoakan kebaikan-kebaikan.
Dan selamat menemukan pelajaran terbaik.
-Titik Kritis-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar