25/05/17

Belajar Merindumu



Bila rindu ditanam. Bila cinta dijatuhkan. Bila perasaan dibebaskan. Aku hanya satu daun gugur di atas tanah-tanah basah. Pada ranting meranggas. Pada langit yang kelam akan medung-mendung warna kelabu. Sesekali berangin. Sesekali mencekam. Sepi yang tak tahu diri. Hanya udara dengan bahasanya masing-masing.

Bila aku terhempas. Aku hanyalah daun yang rindu berdekatan dengan ranting. Memandang dunia dari ketinggian. Sejajar dengan camar. Sejajar dengan awan-awan. Langit yang sesekali menghitam. Adalah tempat bermain paling mengasyikkan.

Sekarang, jatuh adalah aku. Terhempas adalah aku. Dan dihujani bongkah-bongkah salju juga adalah aku. Dunia yang luas tak lagi jadi pengibur kala senja tiba. Rerumputan yang kata mereka teman baik, nyatanya mereka cukup angkuh sekarang. Aku bahkan tak punya ruang sama sekali.

Inikah rasanya merindumu. Aku kini benar-benar belajar untuk merindumu. Dari kejauhan. Dari titik di mana jatuh adalah keniscayaan. Dari tempat di mana bagiku hampa adalah hal biasa. Tanpamu. Hanya ada segala konspirasi bahwa kamu tengah jauh saat ini, kita tengah terpisah ratusan kota, dan kamu yang makin jauh dari kata peka.

Inikah rasanya merindumu. Aku hanya berjibaku dengan diriku sendiri. Tanpa banyak teman. Tanpa banyak perjalanan. Kamar adalah tempat terbaik. Padahal ia sering membatasi mimpi-mimpi. Jendela adalah tempat bersemedi paling mujarab. Padahal ia kerap kali asing. Memberiku isak tangis yang tiba-tiba datang tanpa tahu nama dan alamat asalnya.

Inikah rasanya merindumu. Aku makin kering. Dahaga yang bercampur dengan kehilangan tenaga. Aku rentan pada pertahanan yang tak mampu lagi kuciptakan. Ia habis pada upayaku berjuang akan kerinduan. Jauh yang memilukan ialah rindu yang melemahkan. aku rindu padamu, namun aku tak tahu banyak cara terbaik untuk berdamai dengan semua ini.

Inikah rasanya merindumu. Kehilangan siasat untuk melakukan banyak hal. bernapas namun aku mati suri. Berjalan namun aku kosong. Mataku yang melihat namun tak selalu mampu menyimpulkan. Ada ketakserasian pada indra-indra yang mencipta resah berkepanjangan.

Namun sayangnya kamu mungkin tak merasakan hal yang sama.

Aku membenamkan diri. Daun yang berupaya melesap menuju tanah-tanah. Berharap tanah yang segera basah, kemudian menimbun. Kemudian memastikan bahwa daun telah usai dengan ceritanya. Cerita penat yang diterbangkan ke sana kemari oleh angin. Mirip kapas, yang ringan tak punya pendirian. Apakah semua daun gugur ingin segera selesai dengan ceritanya?


Aku daun. Gugur di tanah. Namun aku tak ingin ini semua cepat-cepat selesai. Menikmati hari-hari bersama kerinduan adalah hal penting yang perlu dijaga. Aku tengah belajar merindumu. Belajar yang tak ada habisnya. Selalu ada hal-hal baru di atas apa-apa yang telah kita pelajari.


-Ikrom Mustofa-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...