31/03/17

Aku, Kamu, dan Bianglala



Kita jauh pada pertemuan garis lurus bianglala

Sudah beberapa bulan sejak pertama kepindahanku ke negeri ini. Negeri yang mengingatkanku pada bianglala pusat kota. Kincir angin di antara bunga-bunga yang lagi-lagi mengingatkanku pada bianglala. Jauh. Pandangan dua anak manusia yang tak lagi bertemu langsung. Tak lagi menjumpai senyummu pada dunia nyata. Kita hanya terkumpul dan bebas bercengkrama dalam ranah maya.

Seperti bianglala, kita terpisah pada pertemuan garis lurusnya. Aku pada ruanganku di salah satu ujung, dan kamu tengah berada di ruang lain dalam ujung yang berbeda. Kita mungkin saling memandang dari kejauhan. Menatap langit kalau-kalau dapat dipantulkan tatapan itu menuju ke matamu.

Bagiku, ribuan kilometer sejujurnya tak mampu memisahkan dua makhluk pada perasaannya masing-masing. Jarak sesungguhnya jadi semacam candu untuk menumbuhkan perasaan yang lebih hebat lagi.

Jarak yang kita cipta adalah bianglala dengan ruang-ruang rindu aneka warna

Bagaimanapun, aku bersyukur atas jauh yang menumbuhkan rindu ini. Berbeda waktu denganmu, berbeda musim, dan banyak lagi hal-hal berbeda dari dua tempat terjauh di muka bumi ini.

Walaupun aku tak pernah tahu banyak, kuharap kamu juga ikut mendekatkan jarak-jarak jauh ini lewat doa. Seperti bianglala dengan garis lurusnya dari ujung ke ujung. Seperti bianglala pada perputaran sendunya. Mereka terikat, selalu konsisten dengan rotasinya, namun tak berupaya keluar dari apa-apa yang telah menjadi jalurnya. Kuharap kita juga begitu. Aku, kamu, dan bianglala itu sendiri.

-Ikrom Mustofa-

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...