18/02/17

Pada Bulan Ketiga



Pernahkah bermimpi menyentuh salju. Merasakan keromantisan bergumul dengan buih-buih putih yang dinginnya sampai menusuk tulang-tulang. Berfoto bersama salju, kemudian membuat boneka-boneka salju aneka tokoh. Manis bukan. Romantis yang diabadikan dalam satu buah gambar tak terlupakan.

Dan sekarang aku ada di sini. Di negeri bersalju. Dengan dingin yang menggigil. Winter telah usai, namun dinginnya juga tak mau pergi. Ada banyak hal yang tak seromantis ketika membayangkan. Naik sepeda cukup sulit dengan salju di sana-sini waktu itu. Berjalan di luar tak semanis yang dibayangkan, dua tiga jam tak segera masuk ruangan, alamat bahaya bagi kesehatan raga. Aku bahkan rentan terserang hipotermia.

Pada bulan ketiga ketika aku harus mempertahankan semua hubungan kita bersama kamu yang lebih mirip salju -dingin dan beku. Bahkan saat di mana salju telah mencair, namun kamu tak kunjung cair. Tetap pada diammu. Ego yang aku juga tak tahu seberapa kuatnya. Ada semacam gerbang yang kamu ciptakan dari beku salju sebegitu kokohnya hingga tak sedikit pun mampu kujamah.

Kalau aku boleh bertanya, egomu terbuat dari dinding apa? Beton, jati, salju es, atau apakah? Hingga menembus bahkan membuatnya cair saja aku masih belum mampu.

Sudah beberapa minggu aku berada di sini. Jauh yang terkadang menyesak rindu. Menjadikan kenangan mirip hutan belantara. Luas, namun tak sedikit pun berani aku masuk ke dalamnya. Terutama memasuki bagian kenangan bersamamu. Takut tersiksa. Tak hanya tersiksa oleh ingin untuk menjalin temu denganmu, namun aku tersiksa dengan jenis-jenis kenangan denganmu. Dari yang paling manis, hingga yang sangat miris.

Terpisah ratusan kota denganmu. Menciptakan teka-teki dan pertanyaan lebih banyak lagi. Kita tak pernah sama-sama memutuskan untuk menghentikan semua ini, namun kita tak pernah saling bicara untuk melanjutkan pada perbincangan serius selanjutnya. Menyesakkan bukan.

Yang ada, yang ada adalah aku yang sudah pergi jauh, dan tersisa kamu yang detik ini aku tak pernah tahu apa yang tengah kamu kerjakan sekarang. Kamu yang makin asing, dan aku yang masih belum mampu beradaptasi dengan keterasingan ini.

Andai saja kamu menyampaikan satu atau dua patah semangatmu untuk hijrahku ke kota lain kali ini, mungkin aku akan lebih punya gairah dan semangat. Tidak loyo seperti ini. Dan parahnya, kamu bahkan tak pernah menghubungiku lagi.

Di mana-pun, aku selalu mengharapkan ribuan keinginan. Salah satunya ialah tentang kamu yang kumau tak jadi sebeku salju. Kita sama-sama cair. Kita sama-sama menyelami rasa masing-masing. Jadi rindu untuk temu suatu saat nanti.


Ah, semoga memilihmu tak pernah salah. Walau begini rasanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...