05/02/16

"Delisa dan Hafalan Shalatnya"

"Hidup?" Seorang Bapak paruh baya memantulkan pandangannya tepat di mataku.
Aku kelabakan. Bukan badanku yang gemetaran, tapi hati dan tenggorokanku. Aku kehabisan kata-kata. Beliau bertanya hidup? Aku gagu. Hidup bagiku dan mereka yang seusia denganku mungkin tak lebih dari upaya meraih ribuan mimpi. Terlalu banyak usaha, lupa do'a. Terlalu banyak ikhtiar, tapi mengabaikan kodrat. Terlalu semangat, terlalu idealis, terlalu banyak maunya.

"Menurutmu?" Bapak itu mengedarkan pandangannya pada seisi ruangan. 

Aku kalap. Kali ini buyar semua susunan frase hingga kalimat yang ku rangkai baik-baik di otak. Semua menguap tak bersisa. Yang aku ingat waktu itu hanya kisah Delisa. Ya, Delisa dan hafalan shalatnya. Sebab baru beberapa jam yang lalu aku menonton kisah Delisa.

Hidup. Seperti Delisa. Walaupun Aku tak tahu akan sekuat Delisa atau tidak. Walaupun tiap orang dengan garis masing-masing, dengan jalan hidup masing-masing. Tapi menjadi Delisa adalah satu contoh bagi kita kebanyakan. Kita yang terlampau sering mengeluhkan penampilan, kita yang mengeluhkan pendapatan minim, kita yang banyak meminta pada orang tua. Namun tidak dengan Delisa. Ia bahkan kehilangan sebagian fisiknya, keluarganya, hingga mimpi-mimpinya. Namun Ia tetap hidup dengan hidupnya. Syukur dengan syukurnya. Dan sabar dengan kesabarannya.

Aku masih juga diam. Sesekali kakiku yang berbicara. Pada irama yang payah. Pada ketukan yang membosankan.

"Tak perlu dijawab. Engkau tahu, tapi kadang susah merangkainya dalam kata-kata. Benar, hidup itu dijalani, bukan sekadar wacana dalam kata." Bapak itu mengakhiri.

Aku tersenyum. Sejujurnya, aku masih juga belum mengerti.

Pelalawan, 5 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...