14/04/14

"Pada Sebuah Rasa"

Pada kejujuran, ialah sebuah kesaksian yang harus diutarakan. Kenapa kamu berubah, kenapa harus saling berjauhan. Toh sebelumnya tak ada ungkapan cinta atau perasaan darimu, terlebih pula dariku. Pada penantian, apakah penantian selalu membagi kisah-kisah menjadi cerita yang tak pernah hilang. Kita mungkin pernah bercerita, aku mengisahkanmu tentang langit biru tanpa awan, dan kamu berkisah tentang bunga, harumnya, warnanya. Aku bercerita tentang tulisanku yang hampir selesai, dan kamu bercerita tentang kamu dan buku barumu.

Apakah ini berlebihan? Aku memang tak pernah mampu menjadi Oksigen yang berhasil merasuki tubuhmu hingga ke sel terkecil sekalipun. Aku hanya menulis, membagikan pengalaman ketika aku berusaha tegar pada tegasnya kehidupan. Aku hanya menulis, sesekali mungkin tentangmu, namun tak lebih dari sekedar kekaguman teman pada temannya sendiri. Aku hanya menulis, dan belum mampu menerka hatimu satu persatu. Apakah kamu tersinggung, atau kamu menaruh harapan?

Pada dedaunan, sejujurnya aku ingin marah. Kenapa kalian biarkan dia gugur. Kenapa kalian mengabaikan jatuhnya, tak pernahkah kalian berjanji bersama-sama di tangkai, lalu jatuh bersamaan, atau menghijau seutuhnya. Apakah aku sedemikian tak peka bak daun hijau pada guguran daun yang tak lagi subur. Berarti aku harus marah pada diriku sendiri.

Pada perhatianmu, terima kasih. Bahwa waktu dan menepati janji ialah dua hal yang akan selalu ada, mungkin tertunda, atau terlupa, namun akan ada saat-saat mengingat dan mengulangi. Kita mungkin berhasil membohongi diri sendiri, menahan sakit rasanya menjauh dari apa adanya atau menepi dari yang biasanya. Tapi aku, kamu, dia, dan kita semua. Setiap manusia punya hati. Jujur, kamu pasti menangis. Sedang aku?

Rasa, itu yang kamu maksud. Andai aku mahir membaca pikiranmu sejak pertama kita bertemu, tentu aku akan lebih berhati-hati pada hari-hari, terutama padamu. Jika perhatian yang kamu maksud, yang mana? Aku hanya berusaha berbuat baik. Bukankah kita sama-sama tahu soal ini. Kalau tentang aku? kedepannya aku akan berusaha apa adanya. 

Baiklah kita sama-sama menjauh. Katanya ini yang kamu inginkan. Lewat sajak bisu yang mungkin tak sampai di tanganmu ini aku menuliskannya. Kita menjauh, namun hanya hati-hati kita yang saling berjauhan. Biarlah rasa itu tetap ada, namun peliharalah ia pada penantian yang katanya kamu tunggu-tunggu, semakin dinanti semakin menumbuhkan mimpi-mimpi baru. Maafkan bila tuturku tak selandai kalimat-kalimat ini, maafkan bila hari-hariku membuatmu khawatir berlebihan, membuatmu ragu melangkah, hingga membuatmu berubah. Biarlah, terkadang saling menjauh ialah saling menyelamatkan hati.

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...