14/04/14

"Hanya Sebatas Mata"


Aku merasa menjadi gila, mungkin gila tentangmu, namun tak pernah benar-benar gila, apalagi tergila-gila.

Kopi mana yang tak pahit, apalagi tanpa gula, tanpa madu, atau tanpa pemanis lainnya. Namun begitulah ia, selalu dengan pahit yang menyisakan candu.

Hanya sebatas mata, kita bertemu, harusnya tak ada yang gila atau tergila-gila, namun kita manusia. Rasa seperti aliran laminer yang bergerak pelan namun tak pernah berhenti. Bukan tak berhenti, tepatnya akan bermuara, namun di hatimu dan hatiku. Namun kita manusia, mencegah rasa ialah menyakiti hari-hari, semakin kuat melupakan, semakin hebat ia mengingatkan.

Hanya sebatas mata, kita bertemu sesaat. Aku harus menyusun banyak kata, beberapa kalimat ketika menemuimu, namun itu semua lupa, hanya tergagap dalam heningnya masa. Kamu juga, bukankah kamu lebih mahir berkata-kata, namun hari itu kamu bisu, seperti daun yang selalu mendiamkan angin. Aku angin, ya, karena kita sama-sama diam. Namun aku tak bergerak, hanya berdiri diantara degup jantung yang semakin meninggi. Ah, aku berlebihan, namun begitulah rasanya.

Hanya sebatas mata, kita berpandangan sekejap saja, lalu saling bertolak. Namun ini candu, seperti pagi kehabisan kopi, selalu ingin lagi dan lagi. 


 Bogor, 10 April 2014

1 komentar:

  1. Oalaaah yang kcanduan kopi.. banyak kafein nya lhoo.. huhiii

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...