Pernah suatu ketika, diri ini merasa begitu lelah,
lelah tiada tara. Subuh tadi selepas sholat subuh tidak sempat lagi membaca qur’an
barang seayat saja, hmm, untuk sekedar muraja’ah beberapa surat yang ku hafal
selama di pondok dulu saja harus menunggu seminggu sekali. Astaghfirullah, ini
begitu duniawi, ini begitu melemahkan diri, bahkan lebih tepat dikatakan
terlalu cinta dunia. Ya, lelah hari tadi tiada tara rasanya, berbeda dengan
hari lain yang masih bisa ditolerir. Semoga lelah tadi dapat menggantikan rasa
apapun itu.
Kenapa harus beranalogi jauh-jauh, coba belajar dari
sosok awan. Mau awan apa? Cumulus, stratus, nimbus, atau cirrus. Ah, semuanya
indah dengan estetikanya masing-masing, semuanya cerah dengan albedonya
masing-masing, semuanya bergerak, berkolaborasi, bahkan terkadang menyebar
rebah dan bangkit. Mungkin perlu diketahui kalau cirrus itu awan romantis
dengan letaknya diujung troposfer, cumulus itu awan dahsyat dengan kepulan
menjulangnya. Ah, lelah terasa menguap andai mampu merasakan horison warnanya,
helai-helai sayapnya, ataupun kilau-kilau sentuhannya lewat retina kita.
subhanallah, sungguh kemahakauasaanNya mampu membuat kepulan putih itu begitu
mempesona.
Belajar dari sosok awan, belajar untuk malu dengan
awan, mereka menggantung, bahkan tiada sempat lagi untuk bersandar pada
hijaunya padang rumput, namun mereka masih tetap sanggup bergerak, bahkan terus
bergerak untuk sekedar nomaden, berekspansi, hingga berkolaborasi dengan awan
lainnya.
Belajar dari sosok awan, mungkin tak terasa oleh
kita butiran air yang jatuh ke Bumi hingga membasah kuyupi tubuh kita. ah, tak
terasa beratnya, karena hanya air yang menitik lemah. Namun takkah kita sadar
bahwa kumpulan, jutaan, bahkan butiran yang tak terhitung jumlahnya itu awalnya
terkandung oleh sang awan. Berat, hingga harus menahan, namun ia sungguh sabar
menunggu angin, hingga titik-titik air itu terkurangi.
Belajar dari sosok awan, tinggi tak membuatnya
tinggi hati, letaknya tak berbuah sombong, meganya tak berarti ia segalanya. Adakalanya
ia begitu merendah, adakalanya ia tetap melindungi sosok lain, berbagi rasa
tepatnya.
Belajar dari sosok awan, ah, tak perlu lagi bergumam
akan mendung, tak perlu lagi berkeluh akan kesah, bahkan apapun itu. Sebab hadirnya
akan selalu mengundang rasa syukur atas segala nikmatNya.
Belajar dari sosok awan, lewat diamnya, lewat
indahnya, lewat sejuknya..
Akhirnya, lelah yang mana lagi hendak dikeluhkan,
masih ada Allah yang selalu bersama kita. belajar dari sosok awan, belajar
untuk menyikapi hidup, semoga berkahNya selalu tercurah.
di sudut kampus..
Bogor,, sesaat sebelum hujan
Mendung, namun tetap indah
ia tetap menyembul indah, menggoda..
"Sesungguhnya
dalam dalam penciptaan langit dan bumi.silih berganti malam dan siang, bahtera
yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segalah jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memirkan." (QS.
Al-Baqarah: 164).
ikroooommm, semangaat :D
BalasHapus