13/08/12

Memaknai Ramadhan dengan Sepenggal Kisah Dirgahayu Negeri


Di tahun kabisat ini, 2012, suasana bulan ramadhan kembali hadir pada pertengahan bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus. Suasana bulan suci tahun lalu kembali terulang di tahun ini, dimana sebuah perhelatan raya “dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia” kembali berada di dalam bulan penuh berkah ini. Sebuah kebetulan? Tentu saja tidak, karena faktanya semua itu berdasarkan pada kombinasi kalender bulan syamsiah dan qamariyah. Namun walaupun ini adalah sebuah keniscayaan, masihkah kita mengedepankan ego bahwa ini bukanlah berkah dariNya? Dari sang pemilik semesta dan seisinya ini.
Hari ini dan beberapa hari ke depan kita akan menjumpai perpaduan sang merah putih yang dengan wibawanya berkibar di seantero nusantara ini dan untaian ketupat pertanda hari raya idul fitri akan segera menjelang. Melalui bersatunya dua momen yang tidak setiap tahun dapat kita nikmati secara bersamaan ini seharusnya membawa kita kepada aspek “syukur”. Lagi-lagi dalam tulisan saya kali ini tiada alasan untuk berhenti bersyukur padaNya.
Tidak hanya itu, bulan ini juga sebuah perjuangan membela negeri telah dilakukan oleh sang pahlawan Arena. Mereka adalah para atlit terpilih milik negeri ini untuk mengikuti sebuah ajang “Olimpiade” yang digelar tiap empat tahun sekali. Ajang bergengsi yang diselenggarakan di “london” itu juga bertepatan dengan bulan ramadhan. Walaupun jauh dari peluang untuk menjadi juara umum dalam pesta olimpiade tersebut, namun setidaknya kita bersyukur atas perolehan perak dan perunggu tunggal yang menempatkan negeri ini dalam peringkat ke-63 dari 204 negara yang mengikuti ajang tersebut. Setidaknya hal itu dapat menjadi pelajaran berharga untuk menjadi lebih baik lagi pada ajang olimpiade selanjutnya.
Agaknya kita perlu berambisi dengan kata-kata “merdeka” untuk menjadi sebuah peluang meraih kemenangan. Dahulu ketika naskah proklamasi itu disusun, diketik, direvisi, hingga dikumandangkan oleh Bung Karno, hari itu juga bertepatan dengan bulan ramadhan, namun kobaran semangat tetap menyala-nyala di sanubari seluruh rakyat Indonesia. Mereka tidak gentar akan dentuman peluru, senapan api, bahkan lemparan bom atom sekalipun, karena ambisius yang membara akan kata-kata “merdeka” telah terpatri dalam diri.
Hari ini, suasana itu kembali terulang. Suasana memperingati kemerdekaan di tengah ramadhan. Bahkan kali ini semangat itu lebih dipertegas lagi dengan adanya ajang olimpiade London. Sesuatu yang patut untuk diperjuangkan demi membawa nama baik Indonesia tercinta di mata dunia. Kali ini mungkin pekik “merdeka” tidak lagi terdengar di telinga, mungkin bambu runcing berlumur darah segar sudah tak kita jumpai lagi, namun akankah pekik itu juga hilang dalam hati kita? akankah tombak semangat itu juga telah sirna dari dalam sanubari ini? Jawaban riilnya tentu saja ada di dalam hati kita masing-masing.
Akhirnya, semoga kita tetap menjadi jiwa-jiwa yang merdeka dengan balutan bulan penuh rahmat ini. Semoga kemenangan tetap ada dalam diri di sela-sela dirgahayu negeri ini. Dan akhirnya kita tetap menjadi diri sendiri di negeri kita sendiri. Karenanya, berbanggalah menjadi seorang Indonesia sejati, menjadi penduduk di negeri berjuta insan, beribu pulau, beratus adat, hingga berpuluh wilayah, namun yakinlah kita tetap satu “Indonesia”.
Semoga Bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...