09/05/12

“Ketika semua orang sibuk dan menyibukkan diri dengan aktivitas masing-masing, maka menulislah.” (Mustofa, 2012)


Awalnya menulis menurutku merupakan pekerjaan yang tiada arti, hanya diperuntukkan bagi orang-orang depresi, kalangan galau dan yang suka menggalaukan diri sendiri, serta kalangan yang tidak tahu arti hidup itu bagaimana. Itulah paradigmaku tentang bagaimana menulis dan penulisnya berada dalam keterpurukan menurut versi otak kiriku.
Namun paradigma itu semakin hari semakin menipis bahkan kini menurutku pasti akan lebih tipis dari membran sel prokariot sekalipun. Melihat betapa wonderfulnya seorang Habiburrahman El Shirazy yang dengan goresan tintanya ia ciptakan novel islami dan kesemuanya berhasil merebut predikat best seller bahkan lebih dari itu. Bagaimana seorang Andrea Hirata dengan gamblangnya menceritakan kisah hidupnya melalui diksi yang indah dan kata-kata yang penuh ilmiah dalam sebuah tetralogi laskar pelangi. Hmm tidak usah jauh-jauh, seorang Ahmad Fuadi, satu dari jutaan santri di Indonesia yang telah berhasil menyihir banyak pembaca melalui kata-kata sederhana dalam novel-novel kisah pribadinya saat berada di pondok madani. Apakah kini mereka kaya? Apakah mereka dikenal? Apakah mereka menikmati profesi menulis? Ya, mereka kaya, dikenal banyak orang, dan mereka juga sangat menikmati profesi itu. Inilah awal aku mengenal dan ingin lebih mencintai tulisan dan kepenulisan.
Menulis bukan hanya sebagai profesi, namun bisa juga dijadikan sebuah hobi yang menguntungkan. Faktanya hobi bisa dimunculkan secara tiba-tiba, namun juga bisa menghilang saat kita tidak lagi mengenal hobi itu. Begitu juga dengan menulis, menulis adalah hobi yang bersifat seperti itu. Jika sudah melekat, ia tak akan mudah lepas asalkan kita menjaga dengan baik melalui karya dan karya, namun ia akan hilang begitu saja saat kita sudah melupakan kegiatan menulis dan melupakan tradisinya.
Aku, bagaimana dengan aku sendiri. Aku belum mampu berfikir seimajinatif JK. Rowling, aku juga belum diberi kesempatan untuk seinspiratif Mario Teguh, namun dengan berbagai kekurangan itu tentu saja tidak menyurutkan asaku untuk menggapai jiwa kepenulisan itu dalam diri. Aku melangkah untuk menjadi penulis ilmiah melalui coretan karya dalam karya tulis ilmiah, jurnal, dan paper, namun aku juga berobsesi untuk menjadi penulis lepas, penulis tanpa batas, bebas berinspirasi, bebas beropini dan berargumentasi.
Menulislah teman! Menulis tanpa batas dan waktu, jika anda hobi meneliti, tulislah hasil penelitian itu dalam sebuah jurnal atau karya tulis ilmiah. Jika anda senang jalan-jalan, deskripsikan tempat kunjungan anda semenarik mungkin melalui tulisan. Bahkan jika anda senang bermimpi, mimpilah dan tulislah mimpi-mimpi itu dalam kertas dan berikan diksi terbaik untuknya. Mudah bukan? berniatlah menulis untuk mereka, orang yang butuh inspirasi melalui tulisan anda, dan untuk anda sendiri. Berikan pula kesan indah pada orang tua anda, saudara- saudara anda, istri dan anak cucu anda melalui tulisan milik anda.


Ikrom Mustofa
Bogor, 7 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...