26/11/16

Sepasang Penakut

Desember dan bunga adalah janji kita bertemu. Bertamu pada senyuman kita masing-masing kemudian tertunduk malu. Ku bawakan satu buket bunga mawar yang tersemat amplop warna kulit duku.
"Aku akan kembali." Aku menghunus bisu dengan suaraku yang berat parau.
Ada dedaunan, dan mereka makin gugur tertiup angin pemanggil hujan. Ada gemericik air menyembul dari balik kendi-kendi batu.
"Sampai kapan?" Dua kata yang sudah ku duga menghadangku tiba-tiba. Jawaban yang ku persiapkan seketika buyar. Pertanyaanmu sejenak menyudutkanku.
Kamu mematung, bisu kembali, namun matamu berbicara, mengungkapkan kekhawatiran.
Tak ada. Selain hening selama beberapa saat. Aku tengah mempersiapkan jawaban terbaik, dan kamu tengah menunggu dengan cara terbaik pula. Kita berdua tiba-tiba menjadi sepasang penakut, Aku yang takut kalau-kalau kata-kataku tak berkenan buatmu, dan kamu takut menjadi lebih khawatir setelah mendengar jawabanku.
"Pergiku adalah menapaki waktu. Dan aku tahu ia fana, ia bahkan tak kekal, tak seperti Tuhan kita. Sebab itu, aku akan kembali. Aku harus kembali dengan segenap izin-Nya nanti" Seketika aku lega atas kata-kata yang baru saja terbebas.
"Aku takut." Kamu segera menimpali jawabanku tanpa jeda.
"Takut akan hal apa?"
"Aku takut kita tak bersama lagi."
Hening.
Sepasang penakut adalah kumpulan kekhawatiran yang makin rindu, dua anak manusia yang makin kehilangan logika pada waktu yang makin sendu, dan selalu ada yang berubah candu bila temu tak kunjung berjibaku.
Namun aku lelaki, bila aku tak berani, bagaimana denganmu. Sepasang penakut adalah dua ketakutan, dan aku tak mau kita seperti itu.
"Jangan takut, Allah maha baik." Tutupku singkat.
Bogor, 26 November 2016
*Dalam Sketsa*
-Ikrom Mustofa-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...