12/06/16

"Sekadar"


Detik yang menua dengan sendirinya
Namun tepat pada waktunya
Aku berlari menjauh
Kemudian menepi pada tembok graha wisuda itu
Menghindarimu
Dengan napas yang berlomba-lomba mencari celah pipa udara
Aku kayuhkan sepeda tua
Sama, berlari menjauh kembali
Hingga aku tak ingat lagi
Sudah berapa ratus napas sesak luar biasa

Aku tak berani menemuimu
Untuk sekadar memastikan puisi-puisiku
Apakah ia terjaga? Apakah ia tersimpan dalam kotak surat warna merah muda?
Atau mereka raib berceceran entah kemana

Lelaki macam apa aku ini
Aku payah, tak pernah bisa lebih berani
Ayahku tak begini, Ia berani bahkan pada kakekku
Untuk meminta Ibuku sebagai separuhnya waktu itu

Pada tiga bait puisi yang kuselipkan tadi pagi
Mungkin itu puisi terakhirku
Itu untukmu, tentu saja
Tapi tetap juga
Sayangnya sekali lagi Tuhan tak menghendaki kita berjodoh
Suratku kau abaikan
Kau baca ramai-ramai
Puisiku sirna maknanya, hilang arahnya, bahkan buta dengan tujuannya

Aku pergi tanpa kata-kata
Puisiku kehilangan suaranya
Hanya sekadar kalimat tanpa nyali yang semoga kau lengkap membacanya

Dan aku tetap pergi
Untuk menemui rindu, pilu, dan kesendirianku


-Ikrom Mustofa-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...