25/01/13

Diam Terkadang Lupa, Maka Tulislah Diammu


Apa salahnya andai aku hanya sanggup melihat awan lalu aku bercerita lugas tentangnya? Apakah harus berkutat dengan keraguan untuk sekedar berbagi kisah tentang apa yang ada dalam hasrat. Mungkin hanya awan, mungkin hanya tali putri yang sanggup ku bagikan, atau hanya sekedar anthurium yang sejak dulu belum mampu ku beli dengan rupiah. Aku yakin, negeri ini juga menghargai sosok penulis dalam diam, tanpa harus mengaitkan dengan tarif retribusi akan obyek sastra manapun. Negeri ini juga cinta damai, hingga tanpa segan setiap penulis kawakan maupun amatiran menggoreskan kata demi kata dengan obyek para wakil rakyat itu tanpa ketakutan sedikitpun. Lalu apa yang hendak kamu khawatirkan? Lampu hijau sudah sejak lama bersinar untuk merakit asa-asamu dalam menulis.
Ah, mungkin waktu, ya aku tahu waktumu tidak hanya untuk menulis. Mungkin sebagian besar waktumu telah tergadaikan oleh pekerjaan yang sudah jelas-jelas menghasilkan rupiah daripada sekedar menulis tanpa luaran yang diharapkan. Engkau agaknya telah termakan virus idealis. Sikap “instan itu menyenangkan” telah merasuk sempurna ke dalam bagian hidupmu, hingga untuk sekedar menulis saja engkau masih harus mengabaikkan bahkan melupakan tanpa pernah kenal lagi. Padahal ia (tulisan) akan berkisah banyak hal hingga ia masih sanggup bercerita tanpa celah saat memori otakmu tak sanggup lagi mengingatnya.
Aku, hari ini tepat sekali untuk meluangkan waktu merangkum siangku dalam sebuah tulisan. aku tak merasa sibuk, mungkin yang perlu engkau tahu, aku hanya mahasiswa semester tiga di sebuah kampus Negeri di Kota Hujan yang juga berkutat pada dunia kuliah. Kegiatan di luar mungkin tak sepadat para pemilik negeri ini, namun aku belum mampu tidur siang karena berbagai kegiatanku ini. hmm, namun sungguh, sejauh ini aku masih sempat meluangkan waktu untuk sekedar menulis, bahkan aku lebih menyukainya dari pada sebuah diskusi yang pada akhirnya melahirkan debat kusir yang sama sekali tak aku inginkan.
Siang ini, di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta, sesaat sebelum keberangkatanku menuju bumi lancang kuning, Riau, aku masih menyempatkan diri menulis. Tempat seperti ini mungkin lebih mengundang mood untuk bercurah sajak daripada sekedar berdiam dalam angan. Sebab, diam terkadang lupa, dan lupa itu hal yang sangat merugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...