25/08/18

Memulai Hari-hari Baru



Aku memulainya sendiri. Meyakinkan pada diriku bahwa hidup harus tetap berjalan bagaimanapun keadaannya. Hari-hari yang baru telah kudefinisikan sendiri. Ia tumbuh perlahan bersama keputusanku untuk melupakanmu. Hidup tak selamanya tentang kamu. Masa depan tak hanya sebatas aku yang menaruh perasaan padamu. Masa depan tak selamanya tentang aku yang harus berlama-lama menunggu keputusanmu tentang hubungan kemarin yang harus dibawa ke mana, dilanjutkan atau dicukupkan saja. Bahkan masa depan masih tetap milikku saat aku tak lagi punya harapan untuk hidup bersamamu.

Sekarang, semua hampir normal seperti sedia kala. Apabila beberapa orang terdekatku bertanya tentangmu, tentang kabarmu, atau malah tentang hubungan kita padaku, perlahan-lahan aku telah mampu menjelaskan semuanya kepada mereka. Jika awal-awal perpisahan itu menyisakan aku yang takut bertemu banyak orang, sekarang aku menyadari bahwa mungkin dari mereka aku menemui hal-hal baru, bahkan pencerahan dari semua masalah ini. Jika awal-awal perpisahan denganmu menyisakan depresi yang mendalam, sekarang aku mencukupkan diri bahwa hidup tak sekadar pencitraan di depan gambar-gambar fana, atau bahkan media sosial milikmu sekalipun.

Hidup ialah perjalanan penghambaan kita pada-Nya.

Bukankah semua orang berhak untuk berubah? Bila diperbolehkan, menurutku berubah ialah hak asasi manusia. Tak seorang pun mampu melarang. Tak seorang pun mampu memberi perintah. Hanya ikatan antara manusia dan Tuhan yang pada akhirnya akan mengarahkan perubahan itu sendiri.

Narapidana yang keluar dari penjara tentu berhak untuk berubah menjadi seorang yang insaf. Seorang yang tak lagi melakukan kesalahan serupa di kemudian hari. Ia menjalani hidup baru. Lebih agamis. Lebih sederhana. Lebih dekat dengan Tuhan-Nya.

Seorang yang pernah mengalami mati suri berhak untuk menangisi apa-apa yang sudah terjadi. Pada dirinya. Pada keluarganya. Pada semua hal yang telah melekat pada namanya. Siapa pun dia, ia berhak untuk melanjutkan kehidupan barunya. Menjadi lebih baik, sebab ia jauh lebih beruntung ditunjukkan kehidupan selepas kehidupan fana ini lebih dahulu. Ia telah merasakan. Apa-apa yang ia lakukan sekarang di kehidupan barunya mungkin saja akan lebih berasa maknanya dibandingkan kita yang belum pernah melihat segala rupa kehidupan setelah dunia fana ini.

Apakah kita harus menemui kegagalan, menjumpai kesalahan, atau menyaksikan segala balasan dari apa-apa yang kita lakukan sehingga kita bisa berubah menjadi lebih baik?

Hingga akhirnya, lagi-lagi aku harus banyak bersyukur. Kegagalan denganmu telah mengajarkanku untuk lebih sadar diri. Menyadari apa-apa yang sudah seharusnya dijalani, dan apa yang harus ditinggalkan. Menyadari bahwa jalan masih panjang di depan sana. Benar, sekali lagi tak semua kata berubah lahir dari kegagalan- kegagalan yang pernah kita alami. Namun setidaknya, kegagalan selalu menyadarkanku bahwa berubah itu adalah sebuah keniscayaan.

Aku percaya, tak ada yang mudah untuk berubah menjadi lebih baik. Namun, ada yang lebih payah dari hidup ini. Ialah ketika kita tahu bahwa jalan yang kita tempuh sudah tak baik, namun kita enggan segera beranjak pergi. Ialah ketika kita tahu bahwa berubah adalah keputusan yang paling tepat, namun kita tak segera mau melakukannya.

Dan pelan-pelan, aku tengah merapal tabah dengan perubahan yang sedang kujalani.


Belanda, 2018. 

4 komentar:

  1. Always love your choices of words in composing your thoughts. Keep writing, continue inspiring others.

    BalasHapus
  2. Sangaat suka dgn tulisan2nya

    BalasHapus
  3. semoga ilmu mas bisa menular ke aku yaaa mas..aamiin..:)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...